Rantai Nilai (value chain) menggambarkan keseluruhan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang atau jasa, mulai dari proses perancangan, input bahan mentah, proses produksi sampai dengan distribusi ke konsumen akhir serta pelayanan setelah pemasaran.
Porter menjelaskan, analisis value chain merupakan alat analisis strategik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan perusahaan, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain.
Rantai nilai mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas strategik perusahaan. Sifat rantai nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. (Porter, 1980 dalam Pawarrangan, 2012)
Analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktivitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain. (Porter, 2001 dalam Wibowo, 2014).
Analisis Value Chain membantu manajer untuk memahami posisi perusahaan pada rantai nilai produk untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Pendekatan Analisis Value Chain dan Value Coalitions merupakan pendekatan terbaik dalam membangun nilai perusahaan kearah yang lebih baik.
Analisis Value Chain dan Value Coalitions lebih sering berhubungan dengan aktivitas luar perusahaan (Weiler, 2004 dalam Wibowo, 2014). Konsep-konsep yang mendasari analisis tersebut adalah setiap perusahaan menempati bagian tertentu atau beberapa bagian dari keseluruhan rantai nilai.
Penentuan di bagian mana perusahaan berada dari seluruh rantai nilai merupakan analisis strategik, yaitu dimana perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu setiap perusahaan mengembangkan sendiri satu atau lebih dari bagian-bagian dalam rantai nilai, berdasarkan analisis strategik terhadap keunggulannya (Widarsono, 2011).
Rantai nilai menyediakan sarana untuk menganalisis kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Rantai Nilai mengidentifikasi bidang utama aktivitas primer dan pendukung yang akan diminta untuk memberikan nilai kepada pelanggan organisasi dan berpotensi membedakan organisasi dari pesaingnya. Kita dapat menggunakan konsep rantai nilai untuk mengembangkan peta proses tingkat tinggi dalam organisasi.
Aktivitas-aktivitas tersebut dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Primary activities:
- Inbound logistics: aktivitas yang berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan.
- Operations: akivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output.
- Outbound logistics: aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen.
- Marketing and sales: aktivitas yang berhubungan dengan pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli produk.
- Service: aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk.
2. Supported activities:
- Firm Infrastructure: terdiri dari departemen-departemen atau fungsi-fungsi (akuntansi, keuangan, perencanaan, dan sebagainya) yang melayani kebutuhan organisasi dan mengikat bagian-bagiannya menjadi sebuah kesatuan.
- Human Resources Management: Pengaturan sumber daya manusia mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian.
- Technology Development: pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari input menjadi output.
- Procurement: berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya.
Bila menggunakan rantai nilai, hal yang paling mudah untuk memulai adalah dengan operasi yang merupakan kegiatan inti dari rantai nilai ini. Dalam contoh di atas digambarkan perusahaan manufaktur dan kegiatan utama dari rantai nilai ini adalah ‘Membuat produk’. Namun, hal tersebut hanya dapat dilakukan jika perusahaan manufaktur tersebut bisa mendapatkan bahan baku yang merupakan kegiatan logistik masuk. Kegiatan logistik keluar menyangkut pengiriman ke konsumen akhir. Dalam pemasaran dan penjualan, perusahaan perlu mempromosikan produk dan menerima pesanan. Akhirnya, aktivitas melayani konsumen atau servis melibatkan memberikan masukan kepada pelanggan mungkin dengan menjawab pertanyaan dan menangani keluhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar